Langsung ke konten utama

Ulasan Buku “Planet Omar, Accidental Trouble Magnet” by Zanib Mian

  https://www.tulisanshinta.site/2023/10/ulasan-buku-planet-omar-accidental.html “…, but my dad said that Allah knows all the languages in the universe, so we can talk to him whenever we want to.” (page 178). Dikisahkan seorang anak laki-laki berusia 9 tahun, bernama Omar. Ia hidup bersama keluarganya yang terdiri dari ayah, ibu, adik laki-lakinya yang bernama Esa berusia 3 tahun, kakak perempuan bernama Maryam berusia 13 tahun. Keluarga Omar berasal dari Pakistan, dan mereka menetap di Inggris. Kedua orang tua Omar bekerja sebagai ilmuwan. Permasalahan muncul ketika sang ibu mendapatkan pekerjaan baru di kota lain. Omar sekeluarga harus pindah tempat tinggal. Hal ini yang membuat Omar gelisah sebagai anak laki-laki yang mulai remaja. Ia harus beradaptasi dengan lingkungan rumah, sekolah barunya, dan tentu saja teman-teman barunya. Apakah Omar dan keluarganya berhasil beradaptasi dengan lingkungan rumah barunya? Apakah Omar memiliki teman di sekolah barunya? Bagaimana Omar menghadapi

Mentari di Ujung Sana

Mentari di Ujung Sana

Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, siapa rajin ke sekolah, cari ilmu, sampai dapat. Sungguh senang, amat senang, bangun pagi-pagi sungguh senang”
Senangnya mendengar si kecil bernyanyi riang setiap akan pergi ke sekolah. Tidak terasa si kecil kini telah duduk di kelas TK A. Anak yang dulu sering tantrum bila ingin dibelikan setiap mainan yang dilihatnya di mal.
            Sambil menyeruput teh hijau hangat di cangkirnya, setelah makan roti bakar oles madu dan tabur kismis sebagai menu sarapannya, Rina tersenyum setiap mendengar anak gadis kecilnya bernyanyi lagu Bangun Pagi-pagi setiap pagi sambil bersiap-siap ke sekolah. “Hari ini mengantar Ayu ke sekolah, kemudian memberikan tugas-tugas yang harus diberikan kepada gurunya. Lalu ke kantor, buat memo untuk pak Anton, serta cek barang yang dikirim kemaren sudah sampai atau belum. Terus, hm…nanti aku makan siang dimana ya?” pikir Rina menerawang membuat daftar-daftar yang harus dikerjakannya hari ini sambil terus menikmati teh hijau kegemarannya untuk sarapan.
            “Bun, ayo bun! Berangkat!” ujar  Ayu yang telah siap dengan seragam merah mudanya, rambut di kuncir dua dengan pita yang berwarna senada dengan seragammnya, sepatu kets kesukannya, dan membawa tas ransel kecil gambar Shaun the Sheep di punggungnya. “Ayo dong! Bunda lama sekali sarapannya. Ayu dan bibi sudah siap nih,” ujar Ayu sambil bersungut-sungut memaksa Bunda untuk segera menyelesaikan sarapannya. Bik Iyem tersenyum melihat kelakukan Ayu yang sangat antusias sekali untuk pergi sekolah. “hmm… untung ada bik Iyem. Kalau tidak, bisa keteteran nanti pekerjaan rumah dan pekerjaan sekolah,” ungkap Rina dalam hati.
            “Ya..baiklah. Kamu sudah selesai minum susunya dan rotinya?”
            “Sudah dari tadi Bun.”
            “OK! Bener nih gak ada lagi yang ketinggalan?”
            “Gak, tuh sudah dibawa semua sama bibi,” kata Ayu sambil menunjuk benda-benda yang sedang dipegang Bik Iyem seraya berjalan kearah mobil.
            Perjalanan dari rumah hingga ke sekolah  Ayu sebenarnya tidak memerlukan waktu lama. Jaraknya tidak jauh dari komplek tempat tinggalnya. Namun mengingat ini adalah jam sibuk, banyak orang yang keluar rumah pagi hari untuk mengantar sekolah atau berangkat kerja sehingga baru keluar komplek saja sudah antri karena macet. Kalau tidak ada Ayu mungkin sudah sibuk ikut serta membunyikan klakson seperti pengendara mobil dan motor yang lainnya, pikir Rina sambil memandangi Ayu yang duduk di sampingnya sambil terus mendendangkan lagu-lagu yang telang dipelajarinya di sekolah.
Ayu terus saja menyanyikan lagu-lagu yang baru dipelajarinya di sekolah sepanjang perjalanan berangkat ke sekolah, tanpa terasa sudah tiba di sekolah. “Bik Iyem, nanti jangan lupa kasih tahu gurunya, ini pengalaman pertama Ayu berenang, jadi siap-siap aja kalau ada kejadian sama Ayu, mudah-mudahan sih gak pa-pa. Terus kasih tahu juga kalau Ayu harus mandi pake sabun khusus bayi yang cair, gak bisa pakai yang batangan. Bibi sudah bawa kan sabunnya?” Rina menerangkan kepada Bi Iyem sambil mencari-cari tempat parkir. “Jangan lupa soal makannya juga, harus dimakan.”
“Iya, bu” jawab bi Iyem dengan sabarnya. Bi Iyem sudah mengurus Ayu semenjak Ayu lahir sehingga ia sudah mengenal seluk-beluk karakter Ayu. Hanya saja mengingat usianya yang sudah mulai lanjut, bi Iyem harus diingatkan untuk beberapa hal, termasuk  penyakit alergi yang dimiliki Ayu.
“Hore sudah sampai!” teriak Ayu. “Yuk bik, kita turun. Bunda makasih ya. Assalamu’alaiku. Mmcuah…”
“Mmcuah, Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, sekolah yang pinter ya” jawab Rina setelah menciumi pipi anaknya. Dipandanginya Ayu berjalan ke arah gedung sekolahnya sambil kerepotan mengatur bawaannya dengan bik Iyem. Haduh..anak itu sudah besar sekali rupanya, ungkap Rina dalam hati, kemudian ia melajukan mobilnya ke arah kantornya.
Setibanya di kantor….
“Rin, ini gimana? GVC belum terima barang kita…kemarin sudah kamu kirim kan?” ungkap Fitri, teman sekaligus mitra kerja Rina, dengan paniknya.
“Haduh…baru mendarat bu. Ada apa sih bu?” jawab Rina dengan setengah terkejut. Suasana pagi yang menyenangkan sertamerta sirna setelah mendengar suara Fitri yang nyaring  menanyakan keberadaan barang produksi kantornya.
“Iya nih..tadi aku juga baru sampe, eh! ditelepon sama pak Bob dari GVC, katanya barangnya belum sampe.”
“Gak kamu kasih tahu, barangnya baru kita kirim kemarin jam 11.00, mungkin siang baru sampe”
“Oh gitu ya, habis biasanya dia bilang jam 6.00 sore kemaren harusnya sudah sampe”
“Ya udah bilang aja, tunggu sampe jam 4.00 sore kalo belum datang juga kabarin lagi ke kita supaya bisa kita urus.”
“Bu Rina, ini ada komplen dari bu Santi Gema, katanya jumlahnya gak sesuai dengan yang diordernya. Dia mintanya 380, kita kirimnya cuma 350”
“Astagfirullah al’azim, kok bisa? Coba cek daftar pesanannya, trus kemaren siapa yang urus barangnya sebelum dikirim?”
“Bu Rina, pak Anton di line 2”
“Ataghfirullah al’azhim, lupa bikin memo lagi,” ungkap Rina dalam hati. Segera Rina masuk ke dalam ruang kerjanya dan mengangkat teleponnya. “Bismilahhirahmannirrahim,” ungkapnya dalam hati sebelum mengangkat telepon. Setelah mengucapkan salam kepada orang yang ada di ujung telepon sana, Rina terdiam mendengarkan pembicaraan pak Anton, sambil sesekali mengangguk kemudian membuat coretan-coretan pada kertas kecil.
Selang beberapa lama kemudian, diletakkannya telepon yang sedang dipegangnya pada tempat semula, disenderkan badannya pada kursinya, kemudian menarik nafas panjang berkali-kali sambil memandangi coretan-coretan di ketas yang dibuatnya tadi ketika sedang menelepon. Dilihatnya jam dinding yang tergantung di ruang kerjanya menunjukkan pukul 10.30 pagi, tapi Rina merasa seperti sudah jam 4.30 sore hari. Langsung ditepiskannya pikiran ingin melarikan diri. Ayo Rina, bangkitkan semangatmu! Rina berucap dalam hati membangkitkan gairah semangat kerjanya kembali, teringat Ayu yang tadi juga bersemangat pergi sekolah, begitu juga aku, begitu pikir Rina.
Ditariknya kembali nafas dalam-dalam kemudian memohonkan dikembalikan semngatnya kepada Allah SWT, “a’udzubillah himanshaitonirrojiim…a’udzubillah himinasshaitonnirrojiiim…..a’udzubillah himinassyaitonnirrojiiim…..” Rina menyebutkan kalimat tersebut berulang-ulang dalam hati hingga hatinya tenang. Setelah Rina merasa siap, dia langsung menyebut dengan yakin, “Bismillah hirrahman nirrahim” Kemudian ia segera bangkit dari kursinya dan beranjak ke arah meja teman kerjanya yang sedari tadi sudah uring-uringan dengan tumpukan kertas dan dering telepon.
Dilihatnya wajah temannya dan berkata “Fit, banyak yang harus kita benahi dari orderan yang kita kerjakan kemarin. Ini daftar orang-orang yang komplen dengan produk pengiriman kita kemarin. Kamu cek daftar orderan orang-orang tersebut, saya yang menghandle telepon. Bagaimana?” Tanpa pikir panjang, Fitri langsung mengambil daftar yang dipegang Rina, meninggalkan meja kerjanya dan beranjak ke bagian pengiriman. Rina pun segera duduk di kursinya dan mulai menekan tombol telepon yang berkelap-kelip di  mejanya, siap menerima kritik-kritik pedas dari para konsumennya.
Badan bagian belakang sudah terasa pegal, mata terasa perih karena terlalu lama berhadapan dengan  komputer, dan kepala terasa berputar-putar. Tidak terasa sudah masuk waktu Ashar, sebentar lagi aku akan ketemu dengan peri kecil ku di rumah, begitu ungkap Rina dalam hati, tak sabar melihat wajah ceria putrinya. Sembari mengambil air wudhu, Rina selalu mensyukuri nikmatnya karena Allah selalu ada untuk memberinya kekuatan untuk mengatasi segala keadaan yang dihadapinya dan putrinya yang selalu senantiasa menantinya dengan wajah bahagia, sehingga mentari tampak selalu bersinar cerah bagi Rina, betapapun beratnya ujian dariMU, ya Allah.

Ditulis oleh,
Shinta Dewi Wijiarti,
Kota Wisata, ruang kerja, Jumat, 1 Juni 2012, Pk. 07.06 wib

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Super Blue Blood Moon

Tribunnews.com Berita akan terjadinya gerhana bulan hari ini (Rabu, 31 Januari 2018) sudah tersebar sejak 3-4 hari yang lalu. Teman-teman kecilku di kelas 5 Salman Al Farisi sudah sibuk membincangkannya. Aku pun yang tadinya hanya menganggap sebagai suatu fenomena alam yang biasa terjadi, lambat laun mulai tertarik untuk mengintip secuil informasi mengenai ini. Tahukah kamu kalau fenomena gerhana bulan saat ini adalah kejadian fenomena alam yang luar biasa? Kali ini bulan akan tampak lebih besar daripada biasanya, terjadi gerhana bulan penuh,  serta warnanya merah seperti darah akibat bias dengan cahaya matahari. Bulan pada saat ini benar-benar menunjukkan keelokannya. Tiada yang dapat menandingi kecantikannya ditengah temaramnya malam. "Langit boleh gelap. Namun aku akan senantiasa memberikan secercah cahaya pada kegelapan," ungkap sang Super Blue Blood Moon. 😁 Kita,  sebagai makhluk bumi yang terpisahkan jarak dan waktu dengan sang bulan hanya bisa menikmati sa

Pustakawan dan Laptop Asus Vivobook 14X OLED

Memasuki tahun ajaran baru menjadi tantangan setiap tenaga pendidik di sekolah-sekolah. Mengenalkan kembali adab-adab dalam menuntut ilmu, adab kepada guru, adab bermain, termasuk juga adab dalam menjaga lingkungan sekolah merupakan materi yang harus disampaikan pertama kali pada siswa di awal kedatangan dan sepanjang perjalanan pembelajaran. Tantangan ini tidak hanya menjadi milik tenaga pendidik saja, tapi juga tenaga kependidikan, termasuk saya, seorang pustakawan. Sebagai seorang pustakawan, terutama pustakawan sekolah dasar, ada rasa tanggung jawab untuk melatih keterampilan literasi peserta didiknya bersama para tenaga pendidik lain. Perpustakaan menjadi sarana pendukung pembelajaran di kelas. Dengan adanya Kurikulum Merdeka, perpustakaan semakin berperan penting dalam memperlancar proses pembelajaran ini. Pustakawan menyiapkan media-media yang dapat meningkatkan keterampilan literasi seluruh warga sekolah, yakni siswa, guru, kepala sekolah, juga tenaga administrasi dan tenaga pe

Review Buku Sketsa Negeri Para Anjing

  Judul: Sketsa Negeri Para Anjing Penulis: Shabrina Cetakan pertama: Rabiul Akhir 1427 H/ Mei 2006 Penyunting: Sakti Wibowo dan Nurul Hidayati Desain Cover: Arif Yunur Rivan Illustrasi Cover: Ferly Leriansyah Penerbit: Lini Zikrul Remaja (Zikrul Hakim), Jakarta Jumlah Halaman: 160 halaman, uk. 11,5 x 17,5 cm ISBN: 979-9140-34-x      Buku ini merupakan kumpulan cerpen yang sarat dengan nilai religi. Pesan religi disampaikan oleh penulis melalui kisah-kisah yang melekat dalam kehidupan sehari-hari kita. Tak luput pula penulis menyampaikan dengan plot twist yang berbeda-beda. Terkadang membuat pembaca berpikir, siapakah sosok utama dari tokoh yang diceritakan cerpen tersebut.      Diawali dengan kisah seorang ibu guru baru mendaftar ke sebuah sekolah. Namanya adalah Bu Brin. Ia diamanahi mendidik anak berkebutuhan khusus. Dengan berbekal pengalaman mengajar di sekolahnya terdahulu, ditambah dengan kesabaran dan doa yang terus menerus diucapkan, akhirnya Allah membukak